Tuesday, January 01, 2013|| Archipelago of fear

Buku-buku mengenai sejarah, sosial, politik Indonesia telah banyak ditulis oleh jurnalis, peneliti, akademisi luar negeri. Yang terbaru, Indonesia: Archipelago of Fear ditulis oleh Andre Vltchek, diterbitkan September 2012 lalu. Tulisannya dihadirkan dengan frontal dan penuh geram. 

“I covered the last intifada in Gaza, and despite the tragedy of the situation, I did not feel shattered and depressed there as I usually feel in the Indonesian capital.” Rasa frustrasi Vltchek yang kemudian mendorongnya untuk menulis buku ini. Ia pergi ke banyak daerah, dari Aceh sampai Papua Barat. 

Tulisan Vltchek dengan mudah membuat pembacanya turut frustrasi.

“Indonesia is a nation that used to lead a large part of the developing world five decades ago has been reduced to a miserable, overpopulated, polluted, unhealthy and uneducated state, stumbling, with no direction and no purpose, religious to the extreme, intolerant and thoroughly confused. The entire country resembles a prisoner who was tortured for a prolonged period of time, deprived of contact with the surrounding world and kept in darkness.” p. 37

“If anyone wonders how devastating could be the full-blown attack of fundamentalist capitalism on a poor developing country, they should travel to Indonesia. What would happen if all restraints, checks and balances, humanist principles, goodwill and logic were to suddenly disappear, giving way to naked greed and corruption? Indonesia could and should serve as the paradigm of such a horror scenario. Students, scholars, lawmakers, trade unionist and journalists from developing countries should be sent on obligatory trips here, to see what privatization, the destruction of the left, and the unopposed rule of business and pro-Western oligarchs can do to a nation.” p. 42

Salah satu tesis Vltchek adalah bahwa peristiwa 1965 menjadi bayang-bayang yang membebani Indonesia. Sejarah yang ditutup-tutupi dan usaha untuk mencari kebenaran yang belum selesai. Indonesia kemudian menjadi sebuah ironi, kaya sumber daya alam namun penduduknya mayoritas miskin, berdasar pada Bhineka Tunggal Ika namun membiarkan diskriminasi agama dan ras terus terjadi.

Lain hal yang disampaikannya adalah ketidakpedulian dan ketidaktahuan mayoritas orang Indonesia atas kebenaran sejarah dan perkara sosial. This part hits a little too close to home.

"Although information is available online and even in many books recently published, the great majority choose not to know, not to search and not to question. 'Nggak tahu' was the most common phrase I heard, rivalled only by 'Nggak ingat'." p. 37 dan p. 231

Tulisannya perlu karena mengingatkan kembali atas beberapa peristiwa penting dari 1945 sampai 2011 yang mungkin terlupakan oleh sebagian orang. Sayangnya, pengamatan dan riset berharga selama bertahun-tahun ini tidak dibarengi dengan kemauan Vltchek untuk melihat sisi baik Indonesia (mungkin sedikit disinggung melalui pandangannya terhadap Pramoedya dan Gus Dur).

Optimisme rasanya tak pernah ada dalam tulisan-tulisan Vltchek selama ini. Mungkin memang ia menghendaki tulisan yang demikian, saya tidak tahu juga. Beberapa bagian tak layak ditulis karena tidak lebih dari generalisasi pendapatnya sendiri yang tidak akurat.

Saya tak begitu senang membaca Archipelago of Fear. Namun buku ini memberi dorongan untuk terus membaca dan mencari tahu, sehingga bisa mengerti lebih banyak tentang negara sendiri.

--
Membaca dan mengerti sejarah menurut saya bukan perkara mudah. Tidak cukup baca satu dua buku. Saya merasa tertolong dengan terjemahan buku John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal. Riset mengenai peristiwa 1965 dan 1998 disampaikan dengan baik di buku ini. Buku John Roosa sempat dilarang terbit di Indonesia, namun sekarang bisa diunduh di sini.

11:49 PM |